Mau Pilih yang Mana?

Iya. Tulisan ini tentang pemilu. jangan bosen ya, walaupun sebenarnya saya sendiri juga bosan karena sudah beberapa hari ini setiap blogwalking, artikel yang saya baca isinya tentang pemilu semua. Tapi, sekali-sekali ikut arus boleh dong? Karena memang pemilu hal yang paling relevan untuk dibahas saat ini. Menurut saya sih, menurut kamu? 🙂

Pemilu kali ini pemilu kedua saya. Jadi, sudah 2 kali saya memilih wakil rakyat dan calon presiden. Pemilu lalu saya absen memilih caleg, karena saya merasa tidak ada satupun foto caleg yang terpampang yang saya kenal. Walaupun beberapa wajah terlihat familiar karena poster wajah mereka tersebar di sepanjang jalan, tapi saya nggak kenal mereka dan tidak tahu visi dan misi mereka.

Daripada menyesal karena memilih orang yang tidak dikenal, saya memilih untuk golput, hehe. Walaupun saya tidak memilih wakil rakyat, waktu itu saya tetap memilih capres. Meskipun capres yang saya pilih tidak menang, paling tidak saya puas dengan pilihan saya, karena saat itu saya sering membaca visi misi beliau dan opini-opini yang beliau kemukakan di televisi.

Untuk pemilu kali ini saya galau, antara memilih atau golput. Karena jujur, saya skeptis sama semua calon wakil rakyat dan calon presiden yang ada. Walaupun saya belum tahu visi dan misi para caleg itu, tapi banyak hal yang membuat rasa simpati saya hilang terhadap mereka.

Mulai dari pemasangan alat peraga kampanye dan poster yang tidak memedulikan tata kota dan lingkungan sampai kampanye-kampanye licik yang berbau hura-hura atau keagamaan yang ujung-ujungnya duit juga. Ibarat makan buah simalakama, kalau saya memilih dan calon tersebut menang, lalu ketika menjadi anggota DPR dia terlibat korupsi, saya bakal menyesal tujuh turunan karena memilih orang yang menjadi salah satu penyebab hancurnya negara saya.

Sedangkan kalau saya memilih untuk tidak memilih alias golput, saya juga menyesal kalau nantinya calon yang terpilih ternyata tidak amanah, karena suara saya yang berharga tidak saya gunakan untuk memilih calon lain yang lebih amanah. Repot kan?

Pada pilkada yang diadakan di kota saya tahun lalu pun saya mengalami kebingungan yang sama. Walaupun salah satu calon adalah tetangga saya sendiri, tapi karena beda RW, saya juga nggak terlalu mengenal beliau. Setelah mendengar peran beliau terhadap lingkungan di sekitar tempat tinggal kami dari mulut Ayah saya sendiri.

Saya akhirnya menetapkan hati dan memilih beliau. Semoga pilihan saya tepat, karena akhir-akhir ini saya merasa beliau terlalu peduli pada partainya daripada warganya, apa karena musim kampanye ya? Wallahu a’lam. Dan, pada pilkada tahun lalu, saya sempat dibuat mikir oleh pendapat teman saya yang kebetulan terpaksa memilih golput karena tidak sempat ke TPS akibat kesibukannya (alasan konyol memang, hehe).

Katanya, “Aku pasrah ae wis, sopo sing menang wis ditakdirne Allah dadi walikota.” yang artinya, saya pasrah saja, siapa yang menang sudah takdirnya jadi walikota. Waktu itu saya sempat ketawa, tapi setelah saya pikir baik-baik, ada benarnya juga.

Selain faktor usaha seperti kampanye, dan doa. Para calon pemimpin kita juga harus punya faktor penentu kemenangan lainnya, yaitu takdir. Mau kampanye semahal apapun atau sampai harus menjual jiwa ke iblis kayak di film-filmnya tante Suzanna. Kalau belum takdirnya jadi pemimpin ya nggak akan jadi pemimpin. Dan pola pikir itu terus saya pakai sebagai pembenaran atas sikap golput saya tahun ini.

Sampai kemarin, nggak sengaja saya baca tulisan tentang takdir ini. Dalam tulisan tersebut dijelaskan bahwa takdir bukanlah jalan cerita yang tidak bisa diubah. Ada faktor usaha dan doa di dalamnya. Kalau dikaitkan dengan pemilu. Ada faktor pemilih untuk memilih para pemimpin tersebut agar memenangkan kursi pemerintahan.

Jadi, kalau saya memilih pasrah dan tidak memilih, maka jalan hidup seseorang akan berubah karena pilihan saya itu. Misalnya, seharusnya karena pilihan saya, seseorang baik hati menjadi caleg, tetapi karena saya golput, calon lain yang tak baik hati malah yang menang, atau sebaliknya.

Karena tulisan itu saya jadi kepikiran, dan galaulah saya. Apa tahun ini saya harus memilih atau tetap setia pada ke-golput-an saya? Ada yang bilang, kalau bingung harus memilih siapa, tanyakan pada hati nurani kita (bukan nama partai loh ya, hehe). Tapi, saya nggak pernah percaya sama hati.

Hati saya busuk sih, banyak nodanya, hehe. Dan, menurut saya, satu-satunya tempat bertanya terbaik adalah Allah. Sebagaimana firman Allah dalam Surat Al-Anfal ayat 49 yang artinya,

“…Sesungguhnya orang-orang yang menyerahkan segala urusan mereka kepada Allah dengan penuh keimanan dan harapan, serta menyandarkan diri hanya kepada Allah, niscaya Dia akan mencukupkan segala kebutuhan dan memenangkan atas musuh-musuh mereka. Sesungguhnya Allah Mahakuat kekuasaan-Nya dan Mahabijaksana dalam pemeliharaan-Nya.”

Saya pribadi sih percaya sama janji Allah. Lagian, masalah memilih wakil rakyat buat saya bukanlah hal yang sepele kan? Karena menyangkut masa depan ratusan juta rakyat Indonesia. Jadi enggak ada salahnya kan kalau sebelum memilih kita berdoa dulu, kalau perlu shalat istikharah juga.

Istikharah bukan untuk memilih jodoh saja, memilih wakil rakyat juga bisa pakai istikharah jika memang diperlukan. Saya juga sepertinya akan berdoa dulu sebelum berangkat ke TPS tanggal 9 April nanti. Kalaupun tidak ada satupun caleg yang pas di hati, saya tetap akan mencoblos gambar partainya. Karena menurut sumber terpercaya, suara yang masuk jika kita mencoblos partai, akan dibagi rata untuk caleg-caleg dengan suara terendah, pasrah sama kebijakan partai istilahnya.

Memilih untuk tidak memilih alias golput memang pilihan, dan hak setiap individu, tapi buat saya itu bukanlah solusi. Bagaimanapun, kita harus menggunakan hak suara yang kita miliki untuk memenuhi kewajiban kita pada negara, karena sekecil apapun itu, sebagai warga negara yang baik kita harus memberikan kontribusi yang berarti untuk negara tercinta, selain bayar pajak tentunya, hehe

Dan kemarin, saya nemu status yang agak mencerahkan nih di timeline FB saya,

“Sebisa mungkin jgn golput ya (^D^ ) Kalo dia nantinya lupa akan visi & misinya, itu urusan dia dg Tuhan. Intinya pergunakan hak kita dg baik”

Wallahu a’lam. Last but not least, say no to golput. Gunakan hak pilih kita dengan baik, demi masa depan bangsa.. 🙂 (Sebagai informasi, saya bukan duta KPU ya, cuma anaknya KPPS Kecamatan, hehe)